RAMADHAN Di MASJID KOTA
PONTIANAK (II).
Sebagai informasi syiarnya pelaksanaan shalat di bulan Ramadhan
1434 H. Perlu kiranya penulis menuangkan beberapa pengalaman ber-safari ramadhan selain di Masjid Raya
Mujahidin Pontianak, yaitu beberapa masjid yang bisa terjangkau oleh penulis.

Masjid Al-Jihad, juga merupakan masjid yang sering penulis
kunjungi, merupakan masjid lama dan bangunannya sekitar 90 persen terdiri dari
bahan kayu pilihan, unik dengan kondisi bangunan yang serba kayu, dan dibagian
atas mimbar imam terpasang kaca besar sehingga bisa tampak jelas arah kiblat,
inilah masjid yang menurut penulis mempunyai ciri khas kalimantan, yang
terkenal dengan kekayaan kayunya yang konon pernah menjadi icon masjid pontianak.
Masjid ini letaknya di
Jalan Sultan Abdurrahman, diujung jalan Sumatera-Sultan Gusti Johan Idrus, namun untuk
parkir kendaraan mobil agak sulit karena terparkir pada bahu jalan yang ada. Disini
pelaksanaan tarawihnya adalah 11 rakaat rakaat termasuk shalat witir.
Di masjid Al-Jihad ini penulis lihat, juga mempunyai kekhususan yaitu saat seusai shalat wajib misalnya setelah shalat dzuhur pada bulan ramadhan, salah seorang pengurus membacakan 2 Hadits disertai arti dan maknanya, penulis beberapa kali melaksanakan shalat wajib disini memang terasa berbeda dengan kondisi masjid yang dikelilingi bahan kayu pilihan telah membuat ketertarikan penulis mengunjungi masjid ini, dan juga sempat berbincang dengan Imam Masjid yaitu Bapak ustad H. Iyan putera bapak H. M. Harun pensiunan pejabat Pemda Provinsi Kalbar dan kalau tidak salah informasi merupakan salah seorang pendiri Masjid Al-Jihad.

Penulis sesekali shalat tarawih dimasjid ini, ada yang khusus
yaitu diseberang jalan masjid ini ada penjual pecel lele yang penulis beli setelah
melaksanakan shalat tarawih untuk persiapan makan sahur.
Pernah saat melaksanakan shalat tarawih penulis 2 kali berjumpa
dengan pak Samsudin Kepala KPKNL Pontianak yang berniat untuk melakukan safari
shalat tarawih pada beberapa masjid di kota Pontianak, insyaAllah tercapai niat
beliau yang sudah tentu Allah akan memberikan hidayahNya, Amin.
Mengenai kultum di masjid ini ada cerita menarik, sebagaimana
yang disampaikan pak Basri Kasi PKN 3 Kanwil DJKN Kalbar, beliau pernah shalat
tarawih disana dan mendengarkan kultum, komentar beliau adalah ceramah
kultumnya “agak keras”, tapi menurut
penulis apa yang diutarakan pada kultum disana adalah merupakan suatu hal
terkait kemurnian ajaran Islam yang kadangkala memang dirasakan langsung
menyindir terhadap perilaku yang kurang baik dilaksanaan pada saat ini, karena
juga kemungkinan penceramah mengetahui bahwa jamaah disana sebagian besar
adalah calon pemimpin daerah nantinya dari siswa IPDN, jadi perlu ada suatu
ketegasan dalam penyampaian ceramah kultumnya.

Tempat persinggahan ramadhan lainnya adalah Masjid Miftahul
Huda, masjid yang berada dalam Kompleks perumahan Sudi Moro masuk dari jalan
Sumatera setelah melewati warung Gado-gado Madura biasa disebut penulis dan
beberapa rekan, karena penjualnya kebetulan orang madura. Jamaah masjid disini
kental dengan suasana di Jawa, karena sebagian besar jamaahnya berasal dari
Jawa dan Madura, tarawih disini melaksanakan 20 rakaat dengan witir 2 rakaat +
1 rakaat.
Di masjid inilah almarhumah isteri pak Syamsudin sekarang Kepala
KPKNL Kupang sempat dishalatkan sebelum dibawa kepemakaman, dan juga penulis
mempunyai kenangan tersendiri akan masjid ini, karena pada saat ramadhan tahun sebelumnya
penulis sering melaksanakan shalat disini baik shalat wajib, jum’at maupun
tarawih, karena tempat tinggal “kost”
di jalan Karyabhakti 3 lokasinya sekitar beberapa puluh meter dari masjid ini.
Bahkan saat shalat disini teringat teman-teman satu kost dulu, pak
Zulfi Mediyansyah sekarang Kepala KPKNL Metro, pak Edy Rusbiyantoro Kasi
Kepatuhan Internal KPKNL Tegal merupakan “alumni
kost” Karyabhakti 3 yang pernah shalat di masjid ini, dan khususnya terutama
kepada pak Yuliarno juga “alumni kost”
yang saat ini sudah mutasi ke KPKNL Pekalongan, yang sering mengantar saya
shalat Jum’at di masjid ini dengan Mogenya...

Ada yang khas pada masjid Al-Mujahid ini, penulis baru sekali
mendapati masjid yang terpasang CCTV
dan layar monitor yang cukup besar terpampang di tembok ruang dalam masjid,
jadi jamaah masih bisa mengetahui kondisi luar masjid terutama pintu masuk dan
area parkir motor, dalam hati penulis inilah masjid modern tapi apakah
keberadaan monitor besar yang terpampang langsung di tembok berhadapan dengan
jamaah shalat yang tujuannya baik apakah akan bisa tidak mengganggu
konsentrasi... WAllahu A’lam bishawab.
Ada lagi masjid yang penulis kunjungi saat Ramadhan kali ini,
letaknya cukup jauh dari tempat tinggal penulis yaitu di daerah Pontianak Timur
namanya Masjid Al-Mu’Minun, disini juga kental dengan jamaah dari pulau Jawa
khususnya Madura, pelaksanaan shalat tarawih 20 rakaat dengan witir 2 rakaat +
1 rakaat dan tanpa adanya kultum setelah isya sebelum shalat tarawih.
Persinggahan ini tidak sengaja, karena yang dituju adalah Masjid
keSultanan Pontianak atau Masjid Agung Pontianak dikenal dengan Masjid Sultan
Syarif Abdurrahman, karena saat di jalan menuju masjid keSultanan yang masih
cukup jauh dan saat itu telah terdengar adzan isya persis dekat masjid ini,
penulispun berhenti untuk isya berjamaah.
Sesuai Hadits RasulAllah, “Barang siapa yang shalat isya
berjamaah, maka seolah ia telah shalat malam selama separuh malam, dan
barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah, maka seolah ia telah shalat seluruh
malamnya”. (HR. Muslim)
Karena mengingat hadits Rasul tersebut terkait 2 waktu shalat
berjamaah yang mempunyai pahala lebih baik dari waktu shalat harian 5 waktu
lainnya, yaitu shalat shubuh dan shalat isya, itulah alasan penulis untuk
shalat isya dimasjid ini walau masjid keSultanan tidak tercapai tetapi
insyaAllah hadits Rasul masih bisa dilaksanakan... SubhanAllah wa bihamdi.
(winanda-1434H)