PUTUSSIBAU, keindahan sudut kota.
Sebagai
pelengkap perjalanan ke kota Putussibau yang merupakan kali pertama penulis mengunjungi kota
tersebut, tak lupa bertanya apa yang dapat kami lihat bila berkunjung, dari
beberapa orang yang pernah berkunjung kesana menyatakan tempat yang untuk
melihat pemandangan ada di Danau Sentarum, yaitu danau yang menyimpan banyak
habitat sumberdaya air khususnya ikan arwana.
Awalnya
penulis sedikit kecewa karena jarak dari kota Putussibau ke danau sentarum
cukup jauh dan juga perlu adanya pendamping dari orang yang mengenal daerah
tersebut, sedangkan penulis Widya Sananda dan R. Hariyadi keduanya belum
sekalipun menginjakan kaki di Kabupaten Kapuas Hulu apalagi ke Danau Sentarum
yang namanya sering di dengar termasuk saat menulis artikel tentang Akil
Muchtar Ketua Mahkamah Konstitusi yang terkena kasus di KPK.
Saat akan
mendarat di bandara Pangsuma Putussibau, penulis telah disuguhkan pemandangan
yang indah kota Putussibau yang tampak dari jendela pesawat udara yang penulis
tumpangi, pemadangan kota kecil dengan deretan rumah yang dikelilinggi oleh hamparan
sawah menandakan adanya kehidupan yang asri dengan suasana khas alam kabupaten
ter”ujung” dari provinsi Kalimantan Barat
dengan suasana alam yang natural dari masyarakat di kota Putussibau.
Setelah
melakukan kunjungan kerja sebagai tugas pokok perjalan kali ini, penulis
mencoba melakukan “investigasi” yaitu
berjalan menyusuri jalan Kom. Yos Sudarso jalan utama kota Putussibau, sesaat
kemudian terdengar adzan untuk sholat ashar di Masjid agung Darunnajah,
disinilah kami bisa berjumpa dengan Bapak Bapak
Muhammad Sukri yang juga sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kapuas
Hulu, beliau telah menjelaskan sebagian kondisi kota Putussibau untuk dapat
kami lihat dan nikmati.
Dari masjid
inilah, kiranya Allah Yang Maha Pencipta memberikan jalan kepada penulis untuk
dapat melihat secara utuh kehidupan kota Putussibau, setelah sholat ashar
penulis sempat berbincang dengan pengurus masjid yang mengetahui benar kondisi
di kota Putussibau, berkat jasa beliaulah kami dapat dipertemukan dengan salah
satu kerabat penulis yaitu Bapak M.
MAULUDDIN yang kebetulan merupakan
staf Pemda Kabupaten Kapuas Hulu, dengan dengan melalui perkenalan dan
penyambung silaturahhim inilah penulis mengetahui lebih banyak kondisi kota
Putussibau dan juga Kabupaten Kapuas Hulu.
Taman Kota Putussibau.
Merupakan
tempat yang menarik penulis untuk mengabadikannya, letaknya persis dipinggir Sungai
Kapuas, di depan rumah dinas Bupati Kapuas Hulu dengan pemandangan berlatar
belakang jembatan Kapuas Hulu yang menghubungkan kota Putussibau dengan kota
disekitarnya.
Pesona alam
yang dapat dilihat penulis disaat itu matahari barat mulai condong tampak
lembayung senja yang indah diantara jembatan Kapuas Hulu, penulispun
mengabadikan moment keindahan sudut kota Putussibau matahari tenggelam dengan
sinar peraknya menambah keindahan aliran Sungai Kapuas.
Kondisi
Taman yang cukup bersih dan menyenangkan sebagai salah satu tempat rekreasi
masyarakat kota Putussibau, di sore itu tampak adanya warung tempat bersantai
dengan beberapa jenis makanan dan minuman terutama Kerupuk Basah makanan khas
Kapuas Hulu tentunya.
Dipinggir
sungai terlihat beberapa speedboat
yang dapat disewa untuk melihat keindahan sungai Kapuas, namun terdapat pula
beberapa perahu nelayan dari luar kota Putussibau yang terbanyak adalah nelayan
dari daerah Jorong, mereka hidup dan tinggal diatas perahu sekaligus tempat
mereka mengumpulkan ikan yang akan dijual didaerah Putussibau, dengan jenis
ikan yang banyak penulis lihat adalah ikan Toman sebagai bahan baku “Kerupuk Basah” yang terkenal.
Dekat Taman Kota Putussibau terdapat pasar tradisional yang cukup ramai dipagi hari dan kalau
sore hari banyak yang tutup, sehingga jalan M. Dahar dimana pasar berada terasa
lenggang, namun sore itu disekitarnya sudah mulai tampak buah durian yang
dijual, salah satu buah yang tumbuh di Kapuas Hulu yang rasanyapun tidak kalah
dengan durian yang dijual di kota Pontianak.
Taman Makam Pulau Silangi
atau Pulau Sibau.
Merupakan pulau
kecil yang dialiri oleh sungai sibau sehingga letaknya terputus dengan kota
Putussibau, di area pulau yang tidak berpenduduk hanyalah berisikan makam
masyarakat kota Putussibau, yang masyarakat menyebutnya sebagai Taman Makam Pulau
Sibau atau Pulau Selangi.
Berdasarkan
cerita masyarakat, konon menuju area makam tersebut dahulunya bisa dilewati dengan
berjalan kaki karena air Sungai Sibau masih dangkal, namun sekarang akibat dari
abrasi sungai mengakibatkan pulau itu semakin melebar walau jaraknya sepintasan
dilihat oleh mata, namun untuk mengunjunginya harus menaiki perahu kecil atau
sampan, disebabkan kedalaman airnya tidak bisa di lewati perahu besar, inilah
petualangan penulis menaiki sampan kecil di Kalimantan.
Penulis mengunjungi taman makam di pulau kecil tersebut dengan diantar oleh Bapak Mauluddin, yang sekaligus mengunjungi makam kakek beliau yang juga kakek penulis dari garis ibu yaitu makam almarhum M. Dahar, yang dikenal dengan panggilan Datok atau Guru Satu, dikarenakan merupakan guru yang dihormati pada saat almarhum menjadi Guru dan selalu mengajar di kelas satu Sekolah Rakyat dimasa hidup almarhum, dan konon sekolah beliau tersebut merupakan cikal bakal berdirinya SDN I Putussibau.
Untuk mengenang jasa almarhum M. Dahar maka oleh Pemda Kota Putussibau nama beliau diabadikan sebagai nama jalan di samping pasar dan jalan menuju arah sungai tempat penulis akan menyeberangi Sungai Sibau ke tempat pemakaman, dikarenakan rumah almarhum awalnya memang berada di jalan M. Dahar tersebut.
Taman makam
ini merupakan tempat pemakaman lama, yang terdiri dari pemakaman etnis Dayak,
etnis Tionghoa dan masyarakat Muslim, dengan pembatas tembok yang membagi areal
ke-3 dari masing-masing pemeluk keyakinan, areal ini selalu ramai pada saat
hari raya kepercayaan masing-masing etnis tersebut, karena sanak kerabat akan
datang dan membersihkan areal makam sebagai penghormatan kepada leluhur, itulah
salah satu bentuk toleransi beragama di kota Putussibau yang telah dilakukan
pada puluhan tahun yang lalu.
Tugu Batas dan Hamparan
sawah.
Perjalanan
melihat sudut kotapun semakin jauh, menyusuri jalan kearah Sintang telah mempertemukan
kami berdua dengan Tugu Batas Kota Putussibau, letaknya memang lumayan jauh
dari kota dan disepanjang jalan yang dilalui masih terbentang tanah kosong walau
sebagian sudah tampak mulai melakukan pembangunan atau perkebunan diantara
tanah yang bergambut, kemungkinan besar daerah ini nantinya akan tumbuh untuk
dapat meningkatkan roda perekonomian di wilayah sekitar kota Putussibau.
Sekembalinya dari Tugu Batas kota, kami berkesempatan menikmati alam asri kota Putussibau yang letaknya sekitar belakang arah runway pesawat di Bandara Pangsuma, disini penulis disuguhkan hijaunya persawahan dengan jembatan gantung yang cukup menegangkan, karena saat berjalan terasa goyang dan getarnya disertai bunyi kayu yang terinjak roda kendaraan motor, terlebih lagi bila saat berpapasan ditengah jembatan yang lumayan panjangnya, inilah keramahan panorama alam kota Putussibau yang diperoleh penulis dan indahnya sudut kota Putussibau memberikan kesan tersendiri....
Wied-Sand-Des2014