MASJID RAYA SINGKAWANG
Sudah kesekian kalinya penulis
mengunjungi Kota Singkawang, namun Jum’at 28 November 2014 pagi ini terasa
berbeda disaat cuaca sejuk dipagi hari menyempatkan diri untuk Sholat Shubuh di
Masjid Raya Singkawang, pelaksanaannya untuk hari Jum’at pagi ini dilantunkan
ayat sajadah, terasa nikmat disaat melaksanakan sujud tilawah tak terasa mata
ini mengeluarkan titik airmata merasakan betapa besar kuasa sang Maha Pencipta,
“Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta”.
Masjid Raya Singkawang nama
Masjid tempat penulis melakukan sholat, tempatnya memang strategis ditengah
keramaian kota Singkawang, Masjid yang mempunyai cerita yang cukup panjang didirikan
awalnya pada tahun 1880, dibangun oleh Bawasahib Maricar
dan keluarganya adalah merupakan pendatang dan pedagang dari Calcutta India,
yang kemudian diangkat Pemerintah Belanda sebagai Kapitan di Singkawang pada
tahun 1875.
Kapitan
Bawasahib Maricar membangun Masjid Raya di kawasan Pasar Baru Singkawang kala
itu. Saat dibangunnya Masjid tempat ibadah umat Islam di Singkawang saat itu
masih sederhana, masih berukuran kecil dan tidak mempunyai menara. Kapitan Bawasahib Maricar membangun Masjid Raya di
tanah miliknya yang berbentuk segitiga berdekatan dengan “Kelenteng
Pekong” atau Vihara Tri
Dharma Bumi Raya yang dibangun oleh seorang Kapitan dari etnis
Tionghoa.
Namun sekitar
tahun 1937, terjadi kebakaran hebat di pusat kota Singkawang kala itu,
kebakaran itu telah membumihanguskan bangunan-bangunan, termasuk Masjid Raya
dan Vihara. Namun tak lama berselang sekitar tahun 1940 Masjid Raya dibangun
kembali kembali dengan lokasi di tempat
semula sebelum masjid tersebut terbakar oleh 3 orang bersaudara keluarga dari
Bawasahib Maricar yaitu Haji B. Achmad Maricar, B. Mohammad Haniffa Maricar dan
B. Chalid Maricar.
Kondisi Masjid
diperluas arealnya dengan sumbangan lahan tanah milik keluarga Kapitan
Bawasahib Maricar, dan baru pada tahun 1953 mulai dibangun menara yang terletak
disamping kiri Masjid Raya, kendati semakin luas namun bentuk areal Masjid tersebut
masih berbentuk segitiga, inilah salah satu keunikan dari Masjid Raya Singkawang
berdiri dengan bentuk segitiga yang dikelilingi oleh jalan raya.
Sehingga tidaklah mengherankan bila setiap pendatang atau pelancong yang mengunjungi kota Singkawang tidaklah “afdol” bila tidak singgah atau menikmati panorama Masjid Raya Singkawang yang berdekatan dengan Kelenteng atau Vihara Tri Dharma Bumi Raya, kedua bangunan ini merupakan ciri khas tersendiri masyarakat Singkawang yang terkenal dengan sebutan “kota seribu klenteng”, perbedaan agama dan keyakinan tetapi tetap saling menghormati, bahkan saat dilaksanakannya upacara kegiatan di Vihara tersebut terutama saat Imlek dan Cap Go Meh maupun saat Iedul Fitri dan Iedul Adha, keduanya saling menghormati.
Sehingga tidaklah mengherankan bila setiap pendatang atau pelancong yang mengunjungi kota Singkawang tidaklah “afdol” bila tidak singgah atau menikmati panorama Masjid Raya Singkawang yang berdekatan dengan Kelenteng atau Vihara Tri Dharma Bumi Raya, kedua bangunan ini merupakan ciri khas tersendiri masyarakat Singkawang yang terkenal dengan sebutan “kota seribu klenteng”, perbedaan agama dan keyakinan tetapi tetap saling menghormati, bahkan saat dilaksanakannya upacara kegiatan di Vihara tersebut terutama saat Imlek dan Cap Go Meh maupun saat Iedul Fitri dan Iedul Adha, keduanya saling menghormati.
Sekilas tentang keberadaan Vihara
Tri Dharma Bumi Raya di kota Singkawang, sebagai Vihara yang dianggap tertua konon
dibangun lebih dari 200 tahun yang lalu dan dipercaya sebagai tempat berdiamnya
Dewa Bumi Raya yang menjaga Kota Singkawang, bangunannya tidak terlalu besar
namun tampak menimbulkan kesan sakral didalamnya, Vihara ini akan sangat ramai
dikunjungi oleh pelancong terutama etnis tionghoa dari berbagai penjuru tempat
bahkan dari luar Indonesia saat perayaan IMLEK atau waktu Cap Go Meh (hari ke
lima belas dari Tahun Baru Imlek) diselenggarakan.
Kemeriahan masyarakat merayakannya dengan berbagai
atraksi pada saat perayaan Cap Go Meh diperlihatkan oleh atraksi peserta yang
berasal dari berbagai Vihara didalam dan diluar kota Singkawang yang menganggap
Vihara Tri Dharma Bumi Raya sebagi Vihara utama mereka. Adapun atraksi yang
terkenal saat perayaan Cap Go Meh adalah Tatung yang dalam bahasa Hakka Cina adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur. Tatung
merupakan media utama Cap Go Meh yang dipenuhi dengan mistik dan menegangkan,
karena banyak orang yang menjadi Tatung kesurupan. Upacara pemanggilan roh Tatung
dipimpin oleh pendeta Vihara yang sengaja mendatangkan roh orang yang sudah
meninggal untuk merasuki Tatung yang dipanggil dan diyakini sebagai roh baik
yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat
dan juga atraksi ini bertujuan untuk mengusir ketidak beruntungan di tahun ini.
Kemeriahan tersebut berlangsung
tanpa mengganggu kondisi masyarakat yang berbeda keyakinan, bahkan Masjid Raya
Singkawang yang jaraknya hanya beberapa puluh meter dari pusat kegiatan Cap Go
Meh di Vihara Tri Dharma Bumi Raya tidaklah terganggu kegiatannya, saat adzan
Sholat berkumandang kegiatan atraksi Tatung
tersebut berakhir. Itulah kebersamaan antar etnis, antar agama yang diciptakan
oleh masyarakat Kota Singkawang.
Masjid Raya Singkawang merupakan
salah satu “icon” dan kebanggaan kota
Singkawang, untuk mengembangkan kegiatan ibadahnya Masjid Raya Singkawang juga
mendirikan TPA atau Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an letaknya di area belakang
masjid sebelah kanan. Keberadaannya sudah tentu sangat membantu pengembangan
wawasan anak-anak yang beragama Islam.
Kondisi TPA Masjid Raya Singkawang memang sederhana, namun ada beberapa hal yang patut penulis catat terkait proses kegiatan disana, adanya keikhlasan dari para Guru/Pengajar dengan memperoleh tunjangan atau honor yang dibawah UMR, mereka masih memberikan pengajaran dengan baik, kegiatan berjalan dari swakelola uang bulanan siswa dan kadangkala bantuan jamaah masjid dan masyarakat.
Kondisi TPA Masjid Raya Singkawang memang sederhana, namun ada beberapa hal yang patut penulis catat terkait proses kegiatan disana, adanya keikhlasan dari para Guru/Pengajar dengan memperoleh tunjangan atau honor yang dibawah UMR, mereka masih memberikan pengajaran dengan baik, kegiatan berjalan dari swakelola uang bulanan siswa dan kadangkala bantuan jamaah masjid dan masyarakat.
Masjid Raya Singkawang, selain tempat melaksanakan ibadah sholat, menurut penulis layak untuk disinggahi bila berkunjung ke Kota Singkawang, bangunan masjid dengan arsitektur yang khas, dibagian dalam terdapat tiang penyangga dari kayu ulin yang terkenal kuat dan kondisi Masjid yang bersih serta tertata memberikan kesan nyaman, dengan dilatari oleh bangunan kota Singkawang dan panorama Gunung Poteng yang dikenal juga sebagai "Gunung Jempol" karena puncaknya menyerupai jari jempol manusia, panorama diwaktu malam tak kalah indahnya Masjid Raya Singkawang penuh pesona... tempat untuk mengabadikan kenangan.....
Wi-Nanda
*dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar