SHOLAT TARAWIH
Kenapa
setiap ramadhan banyak kaum muslim melakukan shalat tarawih bersama, terutama
di masjid-masjid... Hal ini sering menjadi pertanyaan saya sewaktu masih
kecil.. dan saat ini dari penglihatan saya selama mengikuti shalat tarawih pada
beberapa masjid di kota Pontianak, terdapat beberapa cara pelaksanaannya,
jumlah rakaat shalat tarawih satu masjid bisa berbeda dengan masjid di dekatnya
walau mereka berada dalam satu jalan raya, berapa sih sebenarnya jumlah rakaat
shalat tarawih yang baik mengikuti apa yang dilakukan RasulAllah... dalam
perjalanan hidup saya sering mencari tahu melalui pengalaman, mengikuti
ceramah dan bacaan terkait tarawih akan
diuraikan dalam tulisan ini..
Kata
“tarawih” adalah bentuk plural dari kata “tarwihah”, yang secara kebahasaan
memiliki arti “ mengistirahatkan” atau “duduk istirahat”. Maka dari sudut
bahasa, shalat tarawih adalah shalat yang banyak istirahatnya. Kemudian,
tarawih dalam nomenklatur Islam digunakan untuk menyebut salat sunah malam hari
yang yang dilakukan hanya pada bulan Ramadan
Pada
masa Rasul tidak ada istilah “shalat tarawih”. Dalam hadis-hadisnya, Rasul
tidak pernah menyebut kata itu.
Dan
kata yang digunakan adalah “qiyam ramadhan”. Mengenai istilah “tarawih” baru muncul
dari penuturan Aisyah radhiyallahu ‘anha, isteri Rasul. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi,
Aisyah r.a. mengatakan
“Nabi shalat
malam empat rakaat, kemudian yatarawwahu (istirahat). Kemudian kembali shalat.
Panjang sekali shalatnya.
Qiyam ramadhan atau Shalat Tarawih adalah merupakan suatu
shalat malam hari (Qiyamul lail) yang dilakukan
pada bulan Ramadhan, merupakan shalat sunnah yang dianjurkan bahkan merupakan
shalat sunnah yang dikuatkan (mu’akkad) yaitu shalat yang hampir serupa dengan
shalat fardhu.
Perbedaan shalat tarawih dengan shalat
malam lainnya (tahajjud) adalah untuk shalat tarawih tidak disyariatkan untuk
tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan
Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah
bangun tidur dan dilakukan di malam kapan saja
diluar bulan ramadhan.
Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah
(dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum
shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini
dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu
syi’ar Islam.
Imam Asy Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad
dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih
dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khattab
dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus
melakukan shalat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang
begitu nampak.
Adapun penekanan dari sholat tarawih sebagai yang dianjurkan bagi kaum
muslim adalah:
Sebagaimana tertulis dalam suatu hadits, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan
karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan
keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia
selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”
Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat
tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai dan dari penjelasan
hadits tersebut, maka shalat tarawih merupakan seutama-utamanya shalat.
Adapun para ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa
seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat
seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu maka dengan dianjurkannya sholat
tarawih secara berjamaah merupakan suatu sholat sunnah yang berkedudukan
mendekati sholat fardhu.
Apakah sholat tarawih itu wajib
dilaksanakan secara berjamaah, dimasjid atau bisa dilakukan secara sendiri..
Dalam suatu hadits shahih yaitu hadits
yang mempunyai urutan penyampaian yang kuat atau jelas, dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha telah mengabarkan bahwa, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid,
orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya.
Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”
Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”
Dari beberapa pengetahuan penulis
diatas, dapatlah disimpulkan bahwa shalat tarawih adalah shalat malam di bulan
ramadhan, sifatnya sunnah mu’akkad, sebaiknya dilakukakan secara berjamaah
sebagai syiar Islam, namun tidak melarang dilakukan secara sendiri. Tetapi
untuk hal ini penulis lebih menganjurkan agar dilakukan secara berjamaah bila
dimungkinkan dilakukan didalam masjid, karena banyak hadits yang menyatakan
bila shalat berjamaah akan memperoleh berlipatganda pahala shalatnya, ditambah
lagi dilakukan di bulan ramadhan yang sudah tentu akan dilipatgandakan lagi.
Sebagaimana khutbah Rasululah saw pada akhir bulan Sa`ban
“Hai manusia, bulan yang agung, bulan
yang penuh berkah telah menaung. Bulan yang didalamnya ada suatu malam yang
lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang padanya Allah mewajibkan berpuasa.
Qiyamullail disunnahkan. Barang siapa yang pada bulan itu mendekatkan diri
kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan
perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan
suatu kewajiban pada bulan itu,nilainya sama dengan tujuh puluh kali lipat dari
kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah
sedekah pada bulan Ramadhan” (Hadis- riwayat Bukhari-Muslim).
Jadi sebaiknya dipilih mana yang diperbanyak pahalanya,
sebagai bekal kelak diakhirat nanti, hitung-hitung untuk menutupi dosa yang
telah diperbuat...
Mari kita syiarkan Islam dengan melaksanakan shalat tarawih
berjamaah. InsyaAllah.
Berapa sih jumlah rakaatnya... ini juga sering menjadi perdebatan, tapi
sesungguhnya apa yang dilakukan dalam menunaikan shalat malam terutama tarawih
adalah baik sepanjang memnuhi syarat dan rukunnya.
Dalam suatu tulisan mengenai rakaat shalat tarawih dan juga
yang pernah penulis dengar dari beberapa pengajian, disebutkan bahwa dalam
kitab Al-Ikhtiyaaraat, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan
riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang
mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23
rakaat.
Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan shalat tarawih
sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi'i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau
sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka
itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang
dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat tergantung
pada berapa panjang atau pendek qiamnya."
Seorang Mufti Saudi Arabia, Al-'allaamah Sheikh Abdulah bin
Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung
shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang
meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat.
Beliau rahimahullah
berkata, "Shalat Tarawih
11 rakaat atau 13 rakaat, melakukan salam pada setiap 2 rakaat dan 1 rakaat
witir adalah afdal, meniru cara Nabi SAW. Dan, siapa pula yang sholatnya 20
rakaat atau lebih maka juga tidak salah."
Perlu diketahui, shalat tarawih yang berlangsung sampai
saat ini di kedua masjid besar dunia, Masjid Al-Haram Makkah dan masjid
An-Nabawi Madinah, adalah 20 rakaat dan 3 rakaat witir, meski mufti negara
punya pendapat yang berbeda.
Namun untuk menambah khazanah kita tentang rakaat
RasulAllah, dapat dilihat pandangan dari beberapa Hadits, yaitu Ketika Ibnu
Abas ditanya oleh Sa’id bin Hisyam, ia berkata: “Maukah engkau kutunjukkan orang yang paling mengetahui dari antara
penghuni bumi ini pada witir Rasulullah saw.?’ Saad bertanya,’Siapakah? Ibnu Abas menjawab,’Aisyah, maka datanglah kepadanya dan
bertanyalah”.
Ada suatu pandangan, yaitu apabila terjadi perbedaan
pendapat pada shalat malam RasulAllah saw. dengan para sahabatnya, maka riwayat
Aisyah-lah yang harus didahulukan sebelum yang lainnya selama kedudukannya
shahih, karena ia yang paling mengetahui tentang shalat Malam Rasulullah saw.
Karena itu tidak mengherankan bila banyak di antara tabi’in yang bertanya
kepada Aisyah tentang shalat malam Rasul, antara lain: Abdullah bin Syaqiq,
Abdullah bin Abu Qais. Menurut para tabi’in yang paling mengetahui shalat malam
Rasul adalah Aisyah, dibandingkan dengan para sahabat lainnya, karena Nabi
sering melakukannya waktu bermalam di Aisyah.
Mengenai jumlah rakaatnya, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya oleh Abu Salamah bin
Abdurahman: “Bagaimana (cara) shalat
Rasulullah saw. pada malam bulan Ramadhan ? Ia (Aisyah) menjawab, ‘Tidaklah
Rasulullah saw. menambah pada bulan Ramadhan, (juga) pada bulan yang lainnya,
dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan engkau jangan bertanya
tentang baik dan panjangnya, beliau shalat (lagi) empat rakaat, dan jangan
(pula) engkau bertanya tentang baik dan panjangnya”, kemudian beliau shalat
tiga rakaat. Aisyah berkata, “Aku bertanya wahai Rasulullah ! Apakah
engkau tidur sebelum witir ?” Beliau menjawab, ”Hai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak tidur
“. (Hadits Riwayat Al-Bukhari).
Saat ini pelaksanaan shalat Tarawih duapuluh rakaat,
sudah pula merupakan amalan yang diterima masyarakat luas.
Menurut Ibnu Abdil Barr, hadis tentang shalat
Tarawih duapuluh rakaat itu adalah shahih, yaitu berasal dari Ubay binKa’ab
tanpa ada shahabat yang menentangnya.”
Imam At-Tirmidzi, menulis: “Mayoritas para ulama mengamalkan riwayat dari Umar, Ali dan shahabat-shahabat
Nabi saw lainnya yang shalat Tarawih duapuluh rakaat”.
Inilah pendapat Sufyan al-Tsauri, Ibn al-Mubarak,
dan al-Syafi’i.
Bahkan al-Syafi’i menambahkan: “Demikianlah yang aku ketahui di Mekkah. Mereka shalat dengan duapuluh
rakaat.”
Ibnu
Rusyd, dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid,berkata, “Imam Malik, dalam salah satu pendapatnya, Imam Abu Hanifah, Imam Al-Syafi’i,
Imam Ahmad, dan Imam Abu Dawud memilih shalat qiyam Ramadhan(Tarawih) dengan
duapuluh rakaat selain shalat witir.”
Bagaimana
dengan jumlah rakaat selain duapuluh. Perlu kita lihat juga pandangan Guru
Besar Ilmu Hadits IIQ-jakarta, Proffesor Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, komisi
fatwa MUI dan Imam Besar Masjid Istiqlal, terkait qiyam ramadhan atau yang
dikenal shalat tarawih, beliau mendalilkan dengan perkataan RasulAllah, “Barangsiapa melakukan qiyam
Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharap pahala kepada-Nya, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari).
Dari
hadits ini, menurut pendapat beliau sama sekali tidak menyinggung banyaknya
rakaat qiyam ramadhan dan juga tidak membatasinya, sehingga untuk yang akan
melakukan qiyam ramadhan atau shalat tarawih 4 rakaat, 8 rakaat silahkan,
mengerjakan 20 rakaat ya silahkan, atau mau lebih dibolehkan saja, yang
terpenting dalam pelaksanaan qiyam ramadhan adalah kualitas shalat tetap
terjaga, ikhlas, khusu’,baik dan sesuai aturan terkait shalatnya.
Dengan
beberapa tulisan diatas, penulis berharap perbedaan pelaksanaan rakaat qiyam
ramadhan atau shalat tarawih bukan hal yang perlu diperdebatkan, tetapi menjaga
kualitas shalat yang utama untuk tetap terjaga, disamping pelaksanaan shalat
tarawih ini sangat mempengaruhi syiar Islam. Mari kita meningkatkan iman dan
taqwa kita disaat Bulan Ramadhan, Bulan Maghfirah bersama kita. Semoga Allah
senantiasa memberikan hidayahNya kepada kita semua, amin.
**diambil dari beberapa sumber dan
artikel tentang qiyam ramadhan-red.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar