BLUSUKAN CERMIN SEORANG PEMIMPIN
Dalam suatu berita tertulis di koran 'Tribun Pontianak", terbitan Selasa 13 Agustus 2013, pada halaman muka disebutkan seorang Perdana menteri melakukan kegiatan "blusukan" menyamar sebagai seorang supir taksi, gaya yang tidak wajar bagi seorang Pemimpin Negara, tetapi dilakukan oleh Jeens Stoltenberg nama Perdana Menteri Norwegia, yang ingin mendengar secara langsung aspirasi rakyatnya, sehingga iapun menyamar selama bulan Juni 2013 yang lalu. Duh kita mendengarnya terkagum dengan cara pejabat dinegara itu yang mau "menyamar menjadi supir taksi" hanya untuk dapat mengetahui secara langsung aspirasi warganya.
Di Indonesia, khususnya ibukota Jakarta, saat ini sedang ngetrend istilah "blusukan Jokowi", dimana seorang Gubernur Bapak Jokowi bersedia mendatangi warga Jakarta yang bertempat tinggal dipinggir kali, maupun yang berada di perumahan gang sempit, tapi beliau saat berkunjung datangnya tidaklah sendirian melainkan bersama rombongan atau Tim Kerjanya, anak buahnya yang sudah tentu bersiaga menjaga dan mengamankan kegiatan rencana kerja blusukan-nya.
Nah... terkait "Blusukan", secara asal katanya diambil dari bahasa Jawa yang artinya masuk. Sedangkan untuk Bahasa Indonesia secara umum dapat diartikan sebagai masuk ke dalam wilayah atau tempat yang jarang di kunjungi atau jarang di kunjungi kebanyakan orang.
"Blusukan ala Jokowi" sebenarnya adalah merupakan kegiatan biasa bagi seorang pemimpin yang melakukan kegiatan inspeksi mendadak atau sidak, dengan tujuan untuk menjaring aspirasi masyarakat yang dipimpinnya secara dialog langsung atau tatap muka, jadi memang sudah keharusan dan merupakan suatu kegiatan rutin sebagai bentuk tanggungjawab, namun bagi Pemerintah DKI Jakarta kegiatan ini sudah tentu akan dapat menaikkan citra mereka terutama para pegawainya, sehingga merekapun kemungkinan bisa saja mengikuti pola tersebut sebagai upaya pencitraan, WallAllahu bi shawab.
Di Indonesia, khususnya ibukota Jakarta, saat ini sedang ngetrend istilah "blusukan Jokowi", dimana seorang Gubernur Bapak Jokowi bersedia mendatangi warga Jakarta yang bertempat tinggal dipinggir kali, maupun yang berada di perumahan gang sempit, tapi beliau saat berkunjung datangnya tidaklah sendirian melainkan bersama rombongan atau Tim Kerjanya, anak buahnya yang sudah tentu bersiaga menjaga dan mengamankan kegiatan rencana kerja blusukan-nya.
Nah... terkait "Blusukan", secara asal katanya diambil dari bahasa Jawa yang artinya masuk. Sedangkan untuk Bahasa Indonesia secara umum dapat diartikan sebagai masuk ke dalam wilayah atau tempat yang jarang di kunjungi atau jarang di kunjungi kebanyakan orang.
"Blusukan ala Jokowi" sebenarnya adalah merupakan kegiatan biasa bagi seorang pemimpin yang melakukan kegiatan inspeksi mendadak atau sidak, dengan tujuan untuk menjaring aspirasi masyarakat yang dipimpinnya secara dialog langsung atau tatap muka, jadi memang sudah keharusan dan merupakan suatu kegiatan rutin sebagai bentuk tanggungjawab, namun bagi Pemerintah DKI Jakarta kegiatan ini sudah tentu akan dapat menaikkan citra mereka terutama para pegawainya, sehingga merekapun kemungkinan bisa saja mengikuti pola tersebut sebagai upaya pencitraan, WallAllahu bi shawab.
Hal seperti ini pernah dilakukan pula oleh beberapa Pemimpin Negara ini pada masa jaya mereka, Presiden Soekarno, Presiden Soeharto bahkan lainnya, mereka blusukan atau turba untuk mendatangai warga dengan membawa harapan baru baik bagi pemimpin maupun bagi warga yang didatanginya, dan juga sekaligus untuk mengenalkan kedudukan mereka, karena jelas dengan secara berbondong-bondong kedatangannya menjadi pusat perhatian dan bahkan bisa jadi beda tipis dengan penyampaian pesan tentang jabatan kedudukan mereka.
Dari
beberapa kegiatan “Blusukan” yang dilakukan sejumlah pejabat saat ini, bukan
hanya menuai kesan positif bahkan kesan negatifpun mulai muncul bahkan menjadi suatu model yang bisa diibaratkan merupakan suatu "Pencitraan Gaya Baru".
Blusukan kalau diartikan sebagai upaya Pemimpin turun ke bawah (turba) untuk melihat kondisi rakyatnya adalah sudah menjadi tugas pokok kewajiban seorang pemimpin yang memegang amanah, dalam Sejarah Islam tercatat beberapa kegiatan seorang Khalifah dalam rangka menjaga amanah memperhatikan kehidupan rakyatnya, sebagai contoh yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab, dengan nama asalnya Umar bin Khatab bin Nafiel bin Abdul Uzza, seorang khalifah ke-2 sepeninggal Muhammad RasulAllah.
Khalifah Umar dikenal sebagai pemimpin yang sangat dihormati dan disayang rakyatnya, karena beliau sangat perhatian dan tanggungjawabnya luar biasa kepada rakyatnya. Salah satu kebiasaan beliau adalah melakukan pengawasan langsung "sidak" seorang diri tanpa dilakukan pengawalan ataupun disertai oleh orang lain, karena beliau ingin sekali melihat secara utuh keadaan rakyatnya dan bukan dari informasi atau laporan bawahannya.
Pada suatu malam saat beliau berkeliling kota sendirian dalam rangka mengawasi dan melihat secara langsung kehidupan rakyatnya, disaat beliau melangkah di sebuah rumah yang sangat sederhana, beliau mendengar ada suara tangisan anak kecil yang suara tangisannya sangat menyentuh hati beliau.
Khalifahpun berjalan mendekati rumah tersebut, beliau mendekati jendela yang terbuka ingin melihat dan mendengar kenapa tangisan anak tersebut begitu menyayat hati beliau dan apa yang menyebabkan warga lainnya tidak tampak ada yang membantu menenangkan suara tangisan anak tersebut. Saat itu beliau mendengar suara ibu anak itu sedang berusaha menenangkan anaknya, ternyata anak itu menangis karena lapar dan sang ibu sedang memasak sesuatu, terdengar oleh Khalifah anak itu selalu bertanya sambil menangis sampai kapan masakan ibunya bisa siap dimakan.
Tak tahan mendengarnya Khalifahpun meminta ijin untuk masuk dan beliau bertanya kenapa masakan yang dimasak ibu itu tidak juga matang, karena tak lama tampak anak yang menagis itu sudah terdiam karena tertidur. Diceritakanlah oleh sang ibu bahwa yang dimasak itu hanyalah berupa batu dan dilakukan untuk menenangkan hati anaknya, bahwa sebenarnya mereka sudah tidak mempunyai bahan makanan apapun untuk dimasak dimana orang lain juga tidak mungkin memperhatikan mereka yang memang sudah miskin.
Terkejut khalifah mendengarnya dan beliau bertanya bagaimana dengan penguasa saat itu apakah mereka juga tidak perduli, dijawab oleh sang ibu bagaimana mungkin pemimpin Khalifah Umar mau memperhatikan kaum yang miskin, mereka pemimpin sudah hidup dengan kekayaan mereka, mereka sudah merasakan kehidupan mereka yang enak, maka untuk apa lagi memikirkan yang miskin, jawab sang ibu sambil bergumam menghujat Khalifah Umar.
Betapa makin terkejut Khalifah Umar mendengarnya, perasaan marah, malu, iba berkecamuk dalam dada beliau yang terasa sesak, apalagi sang ibu itupun tidak mengetahui bahwa yang bertanya adalah Khalifah pemimpin mereka, Khalifahpun permisi untuk keluar menahan gejolak hatinya yang terasa hancur dan malu kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Setibanya diluar rumah Khalifah Umar bin Khatab langsung menumpahkan gejolak dadanya, beliau menangis dengan air mata yang berlinang memohon ampun kepada Ilahhi Rabbi atas kejadian itu, beliau merasa hina dihadapan Allah Yang Maha Pengasih, beliau malu sebagai seorang Khalifah yang harus amanah sampai tidak mengetahui ada warga beliau yang sengsara tidak mempunyai bahan makanan beberapa hari, sedangkan beliau diangkat adalah untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.
Langsung saat malam itu juga beliau menuju ke gudang makanan yang ada di kota, dan lalu menyuruh penjaga gudang untuk membukanya, beliau terus mengambil sekarung bahan makanan dan menyuruh pegawainya itu untuk tidak membantunya. Khalifah memanggul sendiri karung bahan makanan itu, untuk membalas kekhilafan beliau atas kesalahan karena tidak mengetahui masih ada rakyatnya yang hidup sengsara melebihi apa yang beliau perkirakan tidak makan beberapa hari.
Dengan tubuh yang masih lelah karena mengangkat karung bahan makanan sendiri dari gudang kota sampai kerumah sang ibu itu cukup jauh jaraknya, beliaupun langsung memberikan bahan makanan tersebut kepada sang ibu itu, sekaligus beliau meminta ijin agar diperkenankan untuk sekaligus memasak bahan makanan malam itu juga, betapa gembiranya sang ibu yang masih mengira bahwa yang membawa makanan itu adalah seorang dermawan bukan Khalifahnya.
Akhirnya setelah masakan itu matang beliau turut makan bersama sang ibu dengan membangunkan anaknya yang tertidur karena kelaparan, sampai beliau keluar rumah sang ibu itupun tidak mengetahui bahwa yang melakukan tadi adalah Khalifah pemimpinnya, yang sedang melakukan semuanya untuk membayar atas kesalahannya dan dosanya karena kurang memperdulikan rakyatnya sehingga sang ibu dan anaknya kelaparan beberapa hari. Itulah jiwa seorang Khalifah pemimpin yang tidak mau menonjolkan nama kedudukannya, sehingga amalannya hanya Allah Yang Maha SegalaNya saja yang mengetahuinya.
Cerita sejarah tentang kepemimpinan khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khatab R.A. tatkala menjadi Khalifah sangat banyak dan merupakan suri tauladan bagi kepemimpinan yang amanah. Beliau dikala menjadi Khalifah atau pemimpin sangatlah takut kepada Allah, sehingga berusaha untuk tidak memejamkan matanya sepanjang malam karena khawatir tidak mendapat ampunan Allah akibat kekurangannya saat memimpin.
Di waktu keheningan malam disaat sebagian besar rakyatnya tertidur lelap, beliau bangun untuk segera mendekatkan diri keharibaan Allah memohon ampunan, pertolongan dan hidayahNya agar dalam memimpin rakyatnya dapat memberikan yang terbaik membuat mereka sejahtera dengan ridho Allah, bahkan beliau memerintahkan keluarganya untuk memberikan atau menyiapkan hidangan makanan sama seperti apa yang dimakan oleh rakyatnya tidak ada yang istimewa sebagaimana layaknya pemimpin dan penguasa pejabat seperti sekarang ini.
Sebagaimana yang dikatakan RasulAllah dalam suatu hadits: "Setiap
kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya,
Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas
mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung
jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia
bertanggung jawab atasnya. (HR Bukhari).
Semoga para pemimpin yang menggunakan gaya “blusukan” (turba) bukan merupakan suatu ajang mencari popularitas
melainkan merupakan suatu ibadah dan amanah sebagai pemimpin yang akan
dipertanggungjawabkannya kelak di dunia dan akhirat, Amin.
Dari berbagai sumber (Ananda-Sept2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar